Tuesday, February 16, 2010

Bila Durian dan Duku belum masak

Dipinggir jalan Kumpeh Ulu, Siti (39) Tampak Sibuk Mengatur Durian hasil panen yang didapat dari kebun keluarga seluas 1,5 ha miliknya. Buahnya nampak ranum dan tercium dari baunya, durian yang dijual dengan harga beragam ini sangat menarik perhatian tiap pengguna jalan yang melewati jalur tersebut.

Keragaman harga yang ditawarkan bergantung dari kendaraan yang ditumpangi calon pembeli dan tujuan membeli durian tersebut. "Untuk pengendara motor kami hanya berani menawarkan harga mulai dari Rp. 2500 sampai Rp.5000,- saja itupun sudah ukuran besar. berbeda bila calon pembeli menggunakan mobil, kami berani menawarkan dengan harga lebih tinggi" Ujar Siti. "bahkan bisa sampai Rp.10.000,-". Untuk pembeli yang berniat menjualnya kembali di kota (Jambi) harga bisa disesuaikan dengan jumlah pembelian.

"Kalau duku saat ini masih belum panen, biasanya sebulan setelah durian tidak berbuah lagi" kata Ahmad (43), suami Siti "Tengok saja di belakang rumah kami, semuanya masih putek".

Obrolan kami terhenti tatkala beberapa mobil bak terbuka lewat melintas. Diatasnya tampak sekumpulan perempuan seusia Bu Siti. Bu Siti lantas berteriak memanggil “Lah panen yo nampaknyo?”.

Penasaran, saya bertanya ke Ibu Siti. “orang desa sini? Kenalan ibu siti?”.

dak begitu kenal, mereka wong desa seberang, bedo kecamatan. cuma kami perempuan – perempuan nih, kadang bertemu di kebun” jawabnya singkat.

Rupanya kebun yang dimaksud Bu Siti tidak lain adalah kawasan perkebunan sawit milik PT Makin Group (2500 ha) atau PT BSP (Bakrie Sawit Plantation – 8000 ha)) yang bila dihitung luas kawasannya bila digabungkan memang jauh lebih besar dibanding dengan luas desa Arang – Arang, tempat Bu Siti hidup yang cuma 5000 ha.

Biasonyo, bila durian dak pacak buahnyo, kito ado kerejo dikebun situ” kata bu Siti. “kito nih wong kecik, harus pandai cari tambahan buat keluargo” tambahnya.

Perempuan – perempuan dari desa Arang – arang dan sekitarnya, biasa bekerja dengan sistem upah dan menerima Rp.23.000,-/ hari. “lumayan lah untuk tambah – tambah keperluan dapur”. Memang Bu Siti adalah keturunan asli melayu “kumpeh ulu” yang masih mewarisi tanah gambut keluarga. Namun tidak sedikit juga transmigran atau warga pendatang yang tidak memiliki lahan atau kebun dan kemudian menggantungkan hidupnya sebagai buruh upah di kebun sawit,selain menjadi buruh di kebun milik warga asli melayu yang tinggal di Kumpeh Ulu.

Posted under real circumstance, source will be published and will not claimed as its own writing

0 comments: