Tuesday, February 23, 2010

“the” day goes by

Kemarin bagi sebagian besar orang adalah hari senin yang biasa-biasa saja, tapi tidak buatku. Sudah lebih dari 3 tahun aku selalu berusaha memberikan sesuatu yang berbeda, tapi ternyata bukan tahun ini.

22 Februari 2010, 00.00 WIB, salah satu alat komunikasiku rusak total, didalamnya terdapat reminder yang selalu berbunyi tiap tanggal yang sama. Aku masih berkutat pada pekerjaan-pekerjaan yang tertinggal, sederet sms menyeretku untuk menyelesaikannya dini hari itu. Disalah satu sudut ruangan, teronggok notebook tua tak berdaya, yang sudah mengiringi setiap detak nafasku, seiring pertemuanku kembali dengannya.

Ia juga sudah terlalu lelah memikirkan segala macam aktifitas yang harus dikerjakan esok hari, terpisah 50 km. Matanya terpejam namun pikirannya masih gelisah.
04.30 WIB, kuberikan senyum termanisku untuknya untuk mengawali harinya, ia tampak sibuk dengan kudapan yang masuk dalam hitungan sarapan, tidak boleh ada waktu yang terbuang. Kudekati sejenak, morning hon.... dua kata lalu terucap. “happy birthday”, that’s all. Mataku yang lelah tak kuasa mendorong tubuhku untuk menyentuh tempat tidur dan memejamkan mataku.

Sejurus berlalu, 05.30 WIB, hanya kudengar suaranya bergegas untuk berpisah sejauh 50 km dan mengurus segala sesuatu yang juga tertunda, sesuatu yang hanya bisa dilakukan hari itu. Mataku masih terasa berat, sedemikian berat hingga tak bisa memaksa tubuhku mengantarnya ke gerbang.

08.00...09.00 waktu berjalan begitu lambat, ingin rasanya kulalui hari ini dengan cepat, tapi waktu tak bisa dipaksa.

09.30 WIB berkutat untuk mencerna setiap deret kata yang terucap dari teman-temanku yang menyempatkan untuk berdiskusi bersama. Hampir sepanjang hari kuhabiskan bersama mereka, bercerita tentang cita-cita mewujudkan keadilan untuk rotan

11.00 WIB, other things have to be done, mengirimkan hasil kerjaanku malam tadi, membuat dummy. Dan kembali ke arena diskusi.

12.30.....14.00....15.00....16.00 hujan kembali mengguyur, tertunda keinginan untuk pulang cepat. Disela-sela diskusi kusempatkan juga menanyakan kabarnya, sebuah pesan pendek kulayangkan.

17.00...18.00...19.00...20.00 kuberanikan untuk menerjang butiran hujan yang mulai mereda, maih ada sisa makan siang tadi.

21.00...berbekal nasi kotak sisa makan siang tadi, kumasuki kontrakan mungil itu. Deretan baju yang masih basah, tadi pagi belum ada. Di kamar ia terbaring dengan lelah. Kusapa lembut, dan kuajak ia menghabiskan sepotong ayam di dalam kotak itu, sambil bertanya, “how was today?”

21.30... ia mengeluarkan sederet DVD yang sengaja dibeli di langganan kami, ia cuma bilang....”nonton yuk”. Dipaksakan dirinya untuk melihat dua buah film yang sebenarnya sudah ia tonton bersama teman-temannya. Tapi kali ini ia ingin menikmatinya bersamaku. Dipilih AVATAR dan WHITEOUT, yang kedua dibintangi salah satu aktris favoritku, Kate Beckinsale.

23.00... matanya yang lelah tak bisa terus dibohongi, sebelum mata itu terpejam, sekali lagi kubisikkan kata itu... “happy birthday”... that’s all.. I couldn’t give her more than i should. Time is still ticking
Kunikmati sisa film yang kualitas gambar dan suaranya sudah mendekati sempurna itu... and day goes by.

Thank you GOD to allow me to meet her in my life.

Posted under real circumstance, source will be published and will not claimed as its own writing

Friday, February 19, 2010

Presiden dalam Sesuap Nasi Uduk

Memangnya ada presiden dalam sesuap nasi uduk?
Presiden yang mana?
Nasi Uduk yang seperti apa?

Well, begini ceritanya...

Tiap pagi gue selalu menyempatkan diri untuk mampir dan mojok barang 15 menit disudut jalan deket kantor. Gak muluk-muluk, yang gue tuju sebenernya warung gerobak dorong tempat "si babeh (55)" mengejogrog disitu. Babeh adalah pensiunan buruh di salah satu penghasil furniture dan alat rumah tangga berbasis kayu terkenal di Bogor.

Warungnya jauh dari kesan mewah, tempatnya juga nyempil, gerobaknya udah kudu diganjel-ganjel ama batu bata, terpalnya bolong sana sini. di pojok yang sama gue gak bakal nemuin beliau kalo sore, karena tempat itu udah berubah jadi gerobak bubur ayam di sore hari. Di pojok yang sama, ada penjual pulsa dan koran denga lapak seadanya, cuma berbekal payung kecil sebeagai peneduh.

Ini yang kemudian menyebabkan penikmat nasi uduk babeh lumayan beragam, dari yang sekedar makan sampe yang ngobrol ngalor ngidul. dari yang cuma berniat beli pulsa atau koran, kemudian tertarik dan ikut nimbrung dalam obrolan tiap pagi. dari yang jalan kaki sampe naek sedan.

Termasuk gue, pertama sih cuma pegnen ngisi pulsa, beli tabloid olahraga. Gak sengaja nguping obrolan mereka, dan makin kesini gue agak keranjingan untuk nimbrung kalo kebetulan obrolannya menarik, atau sekedar nguping obrolan penikmat nasi uduk. Obrolan inilah yang menjadi gizi tambahan dan menu utama dalam tiap suap nasi uduk babeh. Biasanya warung babeh rame di hari kamis or jum'at, karena banyak buruh yang ngumpul menunggu honor mingguannya turun, atau esmud perlente yang mencari koran, atau ngisi pulsa.

Jum'at itu, seperti biasa si rossoneri (nama honda beat kredit-an gue) gue parkir, perut emang belum keisi di rumah, sengaja pengen nyarap disitu juga. Ada 4 orang yang asik ngebahas masalah gimana presiden kita dari waktu ke waktu dan pengaruhnya buat kitorang (kita-kita). Gue milih jadi penguping setia. Mulai dari sepak terjang sang proklamator yang acap dikelilingi wanita dan perannya dalam pembangunan Indonesia, keberaniannya di dunia Internasional. gimana kondisi ekonomi waktu itu, pengalaman makan bulgur, dan bagaimana sang proklamator masih dicintai sama rakyatnya.

Membandingkan bagaimana "enaknya" suasana orde baru. Beras Murah dan melimpah, swasembada dimana-mana, semuanya gampang banget didapet, mau nyari minyak tanah disetiap sudut warung pasti ada, harga barang gak sedahsyat sekarang, bantuan pemerintah ngalir terus ngebantu wong cilik.

Sampai, Keluh kesah gimana kondisi yang lagi dihadapi sekarang. Apa-apa gak bisa ditebak harga enak banget naek turunnya, kadang naek trus lupa turun. Udara yang makin hari makin kotor, makin panas, cuaca gak tentu. Mau dapet tempe atau combro aja susah, apalagi minyak goreng... semua mencekik. Hutan-hutan udah makin abis, nanya sawit yang bisa jadi hutan.

mereka gak peduli, walau sambil ngobrol kadang ada nasi uduk yang mencuat dari sela mulut mereka.

Presiden gonta-ganti tapi perubahan gak pernah ada, dan gak pernah kerasa sampe bawah. Yang paling dirasakan cuma idup makin susah dari hari ke hari. Macet dimana-mana, jalan banyak bolong. Bogor yang udah makin berubah. trus dibandingin pas jaman mereka masih kecil dari sudut ke sudut lain kota hujan. Taun 80-90an orang tenang aja walau dikantong cuma punya duit gope, jaman sekarang orang masih gelisah padahal udah ngantongin duit juta-jutaan.

Ada persamaan yang bisa gue tarik dari obrolan pagi itu. Semua rindu kedamaian, kesejahteraan, ketentraman dan keamanan hidup. dan semua cuma bisa berharap siapapun yang ada di atas mau mendengar mereka, termasuk gue.

Posted under real circumstance, source will be published and will not claimed as its own writing

Tuesday, February 16, 2010

Bila Durian dan Duku belum masak

Dipinggir jalan Kumpeh Ulu, Siti (39) Tampak Sibuk Mengatur Durian hasil panen yang didapat dari kebun keluarga seluas 1,5 ha miliknya. Buahnya nampak ranum dan tercium dari baunya, durian yang dijual dengan harga beragam ini sangat menarik perhatian tiap pengguna jalan yang melewati jalur tersebut.

Keragaman harga yang ditawarkan bergantung dari kendaraan yang ditumpangi calon pembeli dan tujuan membeli durian tersebut. "Untuk pengendara motor kami hanya berani menawarkan harga mulai dari Rp. 2500 sampai Rp.5000,- saja itupun sudah ukuran besar. berbeda bila calon pembeli menggunakan mobil, kami berani menawarkan dengan harga lebih tinggi" Ujar Siti. "bahkan bisa sampai Rp.10.000,-". Untuk pembeli yang berniat menjualnya kembali di kota (Jambi) harga bisa disesuaikan dengan jumlah pembelian.

"Kalau duku saat ini masih belum panen, biasanya sebulan setelah durian tidak berbuah lagi" kata Ahmad (43), suami Siti "Tengok saja di belakang rumah kami, semuanya masih putek".

Obrolan kami terhenti tatkala beberapa mobil bak terbuka lewat melintas. Diatasnya tampak sekumpulan perempuan seusia Bu Siti. Bu Siti lantas berteriak memanggil “Lah panen yo nampaknyo?”.

Penasaran, saya bertanya ke Ibu Siti. “orang desa sini? Kenalan ibu siti?”.

dak begitu kenal, mereka wong desa seberang, bedo kecamatan. cuma kami perempuan – perempuan nih, kadang bertemu di kebun” jawabnya singkat.

Rupanya kebun yang dimaksud Bu Siti tidak lain adalah kawasan perkebunan sawit milik PT Makin Group (2500 ha) atau PT BSP (Bakrie Sawit Plantation – 8000 ha)) yang bila dihitung luas kawasannya bila digabungkan memang jauh lebih besar dibanding dengan luas desa Arang – Arang, tempat Bu Siti hidup yang cuma 5000 ha.

Biasonyo, bila durian dak pacak buahnyo, kito ado kerejo dikebun situ” kata bu Siti. “kito nih wong kecik, harus pandai cari tambahan buat keluargo” tambahnya.

Perempuan – perempuan dari desa Arang – arang dan sekitarnya, biasa bekerja dengan sistem upah dan menerima Rp.23.000,-/ hari. “lumayan lah untuk tambah – tambah keperluan dapur”. Memang Bu Siti adalah keturunan asli melayu “kumpeh ulu” yang masih mewarisi tanah gambut keluarga. Namun tidak sedikit juga transmigran atau warga pendatang yang tidak memiliki lahan atau kebun dan kemudian menggantungkan hidupnya sebagai buruh upah di kebun sawit,selain menjadi buruh di kebun milik warga asli melayu yang tinggal di Kumpeh Ulu.

Posted under real circumstance, source will be published and will not claimed as its own writing

Bersonor Ala OKI

Kegiatan sonor di Desa Rambai telah dilakukan sejak tahun 1961, kegiatan ini adalah penanaman padi yang memanfaatkan lahan gambut pada saat musim kemarau, sonor adalah kata lain dari penerangan dalam bahasa daerah Rambai, jika di uraikan sonor pengertian dari lahan yang terang akibat dari proses pembakaran rumput ilalang dan lahan gambut, yang kemudian di tabur benih-benih padi di musim kering. Prosesnya kegiatan sonor ini selama dalam kurun waktu 6 bulan dengan uraian kegiatan sebagai berikut:
1. Persiapan
Untuk melakukan sonor terlebih dahulu di siapakn bibit padi, lahan yang akan di tebar bibit padi, di bulan persiapan ini secara kalender musim pada bulan-bulan musim kemarau. Dalam hal persiapan ini lahan yang akan di gunakan sebagai lahan pertanian sonor di lakukannya pembakaran, hal ini diperuntukan untuk pembersihan lahan, kemudian setelah lahan di bakar perlunya penebasan kayu/pancang yang masih hidup di sekitar lahan tersebut. Proses ini di lakukan pada bulan Oktober tahun 2009.
2. Pengeringan Lahan
Pengeringan lahan ini dimaksud adalah melakukan pembersihan lahan dari ilalang dan rumput yang masih hidup dengan menggunakan parang, kemudian setelah kering dilakukan pembakaran kembali.
3. Menunggu Hujan
Setelah lahan siap untuk di tanami, maka proses selanjutnya adalah penebaran benih padi dengan cara menghambur-hamburkan padi di sesuaikan luas lahan yang akan di pergunakan, di dalam perhitungannya secara sistematis, luas lahan 1 hektar membutuhkan benih padi 2 kaleng (tiap kalengnya berisi 10/12 kilogram benih padi). Setelah penebaran benih padai, maka penandaan luas lahan dengan tanda masing-masing lahan yang dimiliki masyarakat seperti bendera, atau patok dari bambu dan sebagainya. Kemudian menunggu datangnya hujan masyarakat melakukan pembersihan ilalang dan gulma.
4. Pengecekan Tanaman
Dalam kurun waktu 3 bulan, maka dilakukannya pengecekan benih yang telah memulai tumbuh. Hal ini dilakukan di mana benih-benih yang yang tumbuh tidak sempurna maka dilakukan penyabutan, hal ini terjadi karena gangguan hama seperti babi hutan, tikus dan hama lainnya.
5. Perawatan Tanaman
Dalam proses perawatan ini di lakukan untuk menjaga kualitas padi dan menjaga tanaman padi dari hama seperti tikus, babi hutan, burung emprit dan hama-hama lain.
6. Penyemprotan
Untuk perawatan padi dari hama wereng maka di perlukannya penyemprotan dengan insectisida. Hal ini dperlukan karena jika tidak pada musim hujan wereng dan belalang melakukan perkawinan sehingga larva-larva insecta tersebut akan menyerang tanaman padi.
7. Tanaman Padi Berbuah
Pada bulan ketiga dari masa tanam, tumbuhan padi mulai berbuah. Hal yang perlu di perhatikan dalam masa buah tanaman padi ini penjagaan dari hama tikus dan babi hutan. Untuk melakukan penjagaan ini biasanya masyarakat membuka pondokan di sekitar tanaman padi. Selain hama babi hutan dan tikus, burung emprit dan terkukur pun salah satu hama yang aktif pada siang hari. Proses penjaga ini dilakukan sampai dengan tiba saatnya padi menguning untuk di lakukan pengetaman.
8. Pengetaman Padi
Pengetaman padi ini biasanya dilakukan umur tanaman padi mencapai 6 bulan, yang perlu di catat pada saat pengetaman di lakukan secara gotong royong oleh masyarakat. Proses kebersamaan ini dilakukan dari turun temurun masayarakat desa rambai dan perigi. Alat yang digunakan dalam pengetaman disebut ani-ani, atau silet yang diberi gagang pada ujungnya. Pemotongan padi dari tangkai padi kemudian setelah selelsai di tumpuk dan di bawah ke permukiman untuk dilakukan proses selanjutnya
9. Pemisahan Gabah
Setelah di sampai di pemukiman atau desa padi yang masih bertangkai tersebut di lakukannya pemisahan dengan cara di pukul, di injak-injak beramai-ramai yang melibatkan anak, istri. Pemisahan padi dari tangkai ini masih menggunakan peralatan yang sederhana, seperti lesung,dan alu. Proses ini dalm kurun waktu satu bulan tergantung besar hasil dari panen tersebut.
10. Pengeringan Gabah
Setelah padi terpisahkan oleh tangkainya, maka proses selanjutnya adalah pengeringan gabah, yang dilakukan di tanah lapang sekitar rumah-rumah masyarakat. Pengeringan gabah ini membutuhkan waktu selama seminggu, semakin kering gabah di jemur semakin bagus hasil pengilingannya.
11. Hasil
Dari hasil pengeringan kemudian di lakukan penggilingan akan akan di jadikan beras, beras-beras tersebut sebagai ada yang dijual, untuk menghasilkan uang dan ada yang di simpan untuk kebutuhan sehari-hari selama dalam kurun waktu menunggu kembali masa sonor akan datang.

Posted under real circumstance, source will be published and will not claimed as its own writing